Monday, December 19, 2022

Catatan Proses Mendewasa: 18 dan 19 Desember 2022

Penghujung tahun. Satu minggu sebelum menginjakkan kaki di usia baru, harus dihadapkan dengan situasi kehilangan salah satu orang terdekat. Meski bukan keluarga, tapi beliau rasanya sudah seperti keluarga sendiri. Sebelum almarhum berpulang, diriku pribadi sebenarnya sudah berhadapan dengan masalah pergejolakan batin akan masa depan (lebay, ya? Semoga tidak). Situasi sedang tidak ideal buat sok-sok yakin dengan perasaan yang ada saat ini.

Mau pede, takut kepedean. Alias kalau jatuh, ya, sakit. Kalau nggak pede, ya, harus berani merelakan. Kemungkinan berhasil dan gagalnya sama-sama 50:50. Sebenarnya, atas situasiku sekarang tinggal pilih ya atau tidak saja, tapi, lagi-lagi, nggak semudah itu, Ferguso. Puncaknya ketika almarhum berpulang, aku semakin yakin, bahwa nggak ada juga gunanya memaksakan kondisi ideal saat ini, mau pilih ya atau tidak, rasanya untuk sementara waktu, bukan hal yang tepat untuk dibahas. Mungkin nanti, ketika situasi sudah lebih stabil.

Pasalnya, ada banyak pertimbangan mengapa memilih ya dan tidak terasa sama-sama berat. Di ambang kebimbangan ini, kepulangan almarhum, di satu sisi, seolah menjadi titik terang, bahwa masih ada upaya yang dapat dilakukan: take it slow. Sepulang dari pemakaman, dapat kesempatan meluapkan isi hati ke salah seorang kerabat bernama Rex. Surprisingly, pembicaraannya cukup berfaedah. Sebenarnya, kesimpulan pembicaraannya sama, take it slow, dan jalani mana yang diyakini. 

Orang lain bisa kasih saran, tapi yang menjalani yang lebih paham. Nasihat umum, memang. Tapi, kali ini, lebih ngena. Mungkin karena momennya. Aku bilang ke Rex bahwa kekhawatiran utamaku adalah takut kepedean. Lagi-lagi, aku merasa, bisa jadi saran-saran yang kuterima dari orang lain itu ada benarnya, hanya saja, aku yang belum bisa melihat kebenaran dibaliknya. 

Hal ini membuatku jadi indecisive alias tidak bisa berbuat apa-apa dan malah menjadi selalu ragu untuk mengambil keputusan sesuai kata hatiku. I mean, what if I'm wrong and they are right? Aku takut kepedean, ketika aku melaju saja mengikuti kata hati, bisa jadi aku tersungkur jauh dan menjilat ludah sendiri. Tapi Rex bilang, "...menurut gue, gapapa, Dhe, kalau di masa depan kita 'kejilat ludah' sendiri. Di situ, menurut gue, proses pendewasaannya." (Rex, 2022)

***


Entry ini memang penceritaannya tidak gamblang, ya. Mohon maaf kalau ternyata yang baca jadi bingung. Intinya, bukan apa yang menjadi permasalahan di sini, tapi garis besar dari pemaknaannya, menurutku bisa diaplikasikan untuk hal apapun. Aku belajar dari Rex untuk jangan takut ambil risiko, bahwa ini hidupku, bukan hidup orang lain. Kalau aku salah, biarkan aku salah sendiri karena menjalani pilihanku. 

Asal tidak semata-mata menjalani nasihat orang lain yang mungkin sebenarnya bermanfaat banyak, tapi bisa jadi saat ini akunya yang belum paham. Meski deep down aku tahu bahwa nasihat mereka nggak ada maksud buruk sama sekali, mereka cuma mau menyelematkanku dari keputusan-keputusan yang konyol atau salah. Tapi, toh, yang paling tahu adalah yang akan menjalani, kan? 

Kamu yang punya hidup, kamu yang paling tahu daya regangmu seberapa. Kalau pun salah, ya, gapapa, bersiap saja untuk merasakan jatuhnya, tapi jangan sampai disesali dan bikin ke depannya kamu jadi nggak percaya diri untuk memilih tujuan hidup kamu, apapun itu.

Kalau kata Ben Platt, "Grow as we go." In my case, bismillah saja. Kalau nyamannya begini, ya, dijalani dulu saja. Tuhan yang paling tahu. Yang terpenting buatku, aku minta tiap langkah kakiku dibimbing YME saja, rasanya sudah lebih dari cukup. Karena, apapun yang nantinya bakal terjadi, rasanya bukan menjadi sebuah kesalahan, tapi konsekuensi dari ikhtiar dan petunjuk dari Tuhan.

Ya, proses mendewasa tanggal 18 dan 19 Desember 2022 ini memang luar biasa. Penuh air mata, yang campur nggak tahu lagi itu air mata sedih, haru, atau bahagia. Yang pasti, ada semuanya. In the end, bersyukur. Dikasih hidup seperti ini, dipertemukan dengan orang-orang yang suportif. Yang masih hidup dan yang sudah berpulang, semuanya punya pengaruh baik dalam tumbuh kembangku sebagai insan yang belum utuh. I'm unfinished, I've got so much left to learn.

Terima kasih, Tuhan. Terima kasih orang-orang yang aku nggak bisa sebutin di entry ini, saking bersyukurnya aku atas kehadiran kalian di hidupku. Let's grow as we go.